Rabu, 01 Juni 2011

Laporan Praktikum Uji Biuret


LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM BIOKIMIA

I.              Nama Percobaan             :  Reaksi Uji Biuret
II.              Hari, tanggal                     :  Jumat, 13 Mei 2011
III.              Tujuan Percobaan           : Menentukan jumlah adsorban protein secara biuret
dalam spektroskopi.
IV.              Landasan Teori
Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa selain polisakarida, lipid dan polinukleotida yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein itu sendiri mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitroge dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein dirumuskan oleh Jons Jakob Berzelius pada tahun 1938.
Struktur protein ada 4 tingkatan yaitu :
1.      Struktur primer menunjukkan jumlah, jenis dan urutan asam amino dalam molekul protein (rentetan asam amino dalam suatu molekul protein)
2.      Struktur sekunder menunjukkan banyak sifat suatu protein, ditentukan oleh orientasi molekul sebagai suatu keseluruhan, bentuk suatu molekul protein (misalnya spiral) dan penataan ruang kerangkanya (ikatan hidrogen antara gugus N-H, salah satu residu asam amino dengan gugus karbonil C=O residu asam yang lain)
3.      Struktur tersier menunjukkan keadaan kecenderungan polipeptida membentuk lipatan tali gabungan (interaksi lebih lanjut seperti terlipatnya kerangka untuk membentuk suatu bulatan)
4.      Struktur kuartener menunjukkan derajat persekutuan unit-unit protein.
Ditinjau dari strukturnya, protein dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu:
1.      Protein sederhana yang merupakan protein yang hanya terdiri atas molekul-molekul asam amino
2.      Protein gabungan yang merupakan protein yang terdiri atas protein dan gugus bukan protein. Gugus ini disebut gugus prostetik dan terdiri atas karbohidrat, lipid atau asam nukleat.
Protein sederhana menurut bentuk molekulnya dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
1.      Protein fiber. Molekul protein ini terdiri atas beberapa rantai polipeptida yang memanjang dan dihubungkan satu sama lain oleh beberapa ikatan silang hingga merupakan bentuk serat atau serabut yang stabil. Protein fiber tidak larut dalam pelarut-pelarut encer, baik larutan garam, asam, basa ataupun alkohol. Berat molekulnya yang besar belum dapat ditentukan dengan pati dan sukar dimurnikan. Kegunaan protein ini hanya untuk membentuk struktur jaringan dan bahan, contohnya adalah keratin pada rambut.
2.      Protein globular. rotein globular pada umumnya berbentuk bulat atau elips dan terdiri atas rantai polipeptida yang terlibat. Protein globular/speroprotein berbentuk bola, protein ini larut dalam larutan garam dan asam encer, juga lebih mudah berubah di bawah pengaruh suhu, konsentrasi asam dan asam encer. Protein ini mudah terdenaturasi. Banyak terdapat pada susu, telur dan daging.
Reaksi-reaksi kahas pada protein (uji kualitatif):
1.      Reaksi Ninhidrin. Ninhidrin beraksi dengan asam amino bebas da protein menghasilkan warna biru. Reaksi ini termasuk yang paling umum dilakukan untuk analisis kualitatif protein dan produk hasil hidrolisisnya. Reaksi ninhidrin dapat pula dilakukan terhadap urin untuk mengetahui adanya asam amino atau untuk mengetahui adanya pelepasan protein oleh cairan tubuh.
2.      Reaksi Biuret. Bila larutan protein dalam suasana basa kuat direaksikan dengan larutan CuSO4 pekat, akan dihasilkan warna ungu. Warna yang dihasilkan dari reaksi tersebut disebabkan oleh ikatan koordinasi antara ion Cu2+ dengan pasangan elektron bebas dari N yang berasal dari protein dan pasangan elektron bebas dari O molekul air. Reaksi ini tidak berlaku untuk peptida.
3.      Reaksi Uji Millon untuk Tirosin. Reagen Millon adalah larutan asam nitrat yang mangandung raksa (I) nitrat dan raksa (II) nitrat. Bila reagn millon dicampurkan dengan larutan yang mengandung protein akan terbentuk endapan putih yang akan berubah merah bila dipanaskan.
4.      Uji Penetralan Titik Isoelektrik. Titik isoelektrik adalah daereah pH tertentu diman protein mempunyai selisih muatan, sehingga tidak bergerak dalam muatan listrik.

Hukum Dasar Spektroskopi Adsorbsi
            Jika suatu berkas sinar melewati suatu medium homogen, sebagian dari cahaya datang (Po) diadsorbsi sebanyak (Pa), sebagian dapat diabaikan dipantulkan (Pr), sedangkan sisanya ditransmisikan (Pt) dengan efek intensitas murni sebesar :
                        Po = Pa  +  Pt  +  Pr,
Dimana : Po = intensitas radiasi yang masuk,
                Pa = intensitas cahaya yang diadsorbsi
                Pr = intensitas bagian cahaya yang dipantulkan
                Pt = intensitas cahaya yang ditransmisikan.

Dalam hal ini berlaku hubungan Hukum Beer-Lambert :
            T =
            b = jarak tempuh optik, c = konsentrasi
            log (T) = log
            a = tetapan absortivitas, T = transmitansi
            log
            A = adsorbansi
            - log (T) i.e. A = abc
             opasitas (tidak tembus cahaya)
            A = abc
            A = absorpsivitas (yakni tetap)
            Hukum di atas dapat ditinjau sebagai berikut :
  1. Jika suatu berkas radiasi monokromatik yang sejajar jatuh pada medium pengadsorbsi pada sudut tegak lurus setiap lapisan yang sangat kecilnya akan menurunkan intensitas berkas.
  2. Jika suatu cahaya monokromatis mengenai suatu medium yang transparan, laju pengurangan intensitas dengan ketebalan medium sebanding dengan intensitas cahaya.
  3. Intensitas berkas sinar monokromatis berkurang secara eksponensial bila Konsentarsi zat pengadsorbsi bertambah.
Hal di atas, adalah persamaan yang mendasar untuk spektroskopi adsorbsi, dikenal dengan hukum Beer’s Lambert atau Hukum Beer Bougar.
Karena :                 A = abc, A c bila ab konstan
                                             A  b bila ac konstan
                                             A bc bila a konstan.

Penyimpangan Dari Hukum Beer
            Jika hukum Beer diikuti, maka kita akan menmperoleh garis lurus. Hal ini terjadi bila, digunakan sinar yang monokromatis. Bila menggunakan sinar yang polikromatis, maka akan menyebabkan melebarnya pita radiasi sehingga akan terjadi penyimpangan yang besar. Penyimpangan juga jelas teramati pada konsentrasi lebih besar pada kurva absorbansi terhadap konsentrasi. Kurva akan mulai melengkung pada konsentrasi yang tinggi. Bila kurva absorbsi yang diperoleh pada berbagai panjang gelombang yang digunakan bersifat datar, maka diharapkan Hukum Beer berlaku. Penyimpangan negatif dari hukum Beer menyebabkan kesalahan relatif yang makin membesar dari konsentrasi sebenarnya.




V.              Alat dan Bahan

1. Alat :
-  Tabung reaksi
-  Pipet tetes
-  gelas ukur
-  Spektrometer
2. Bahan :
- Reagen Biuret
- Larutan standar Protein
- Aquades
- Larutan sampel


VI.              Prosedur Percobaan
1.      Membuat reagen Biuret
Larutkan 1,5 gram CuSO4.5H2O dan 6,0 gram Natrium Kalium Tartrat (NaK C4O6.4H2O) kedalam kira-kira 500 ml air di labu takar 1 liter. Kemudian tambahkan 300 ml 10% NaOH sambil dikocok-kocok. Dan akhirnya tambahkan sampai garis. Larutan biru ini dapat disimpan sampai lama sekali. Apabila pembuatannya kurang baik dapat etrjadi endapan hitam atau merah. Reagen yang demikian ini tidak boleh dipakai.
2.      Membuat larutan Protein
Membuat larutan serum albumin murni atau kasein dalam air yang berkadar 10 mg per mL. Untuk mudah larutannya tambahkan beberapa tetes 3% NaOH.
Pipet ke dalam tabung reaksi 1 ml larutan protein yang mengandung 1 sampai 10 mg per mL. Tambahkan 4 ml Reagen Biuret. Kocok dan diamkan selama 30 menit pada suhu kamar. Baca serapannya pada 540 nm. Untuk blanko dipakai campuran 1 ml air dan 4 mL Reagen Biuret yang juga didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar. Hukum Beer-Lambert berlaku untuk larutan-larutan protein antara 1 dan 10 mg per mL.






VII.              Hasil Pengamatan
Larutan standar (gr/ml)
Adsorban
Konsentrasi
Transmitan
Blanko
0
0
100%
1
0,042
0,04
91,1%
2
0,08
0,079
83,4%
3
0,118
0,118
76,3%
4
0,143
0,143
71,9%
5
0,179
0,179
66,1%
7
0,226
0,226
59,4%

VIII.              Analisa Data
A.    Menghitung % Transmitan secara Teori

1.      1 mg/ml
A                     = 2 – log % T
0,042               = 2 – log % T
2 – log % T      = 0,042
– log % T         = 0,042 – 2
– log % T         = - 1,958
log % T             = 1,958
% T                  = 90,78

  1. 2 mg/ml
A                     = 2 – log % T
0,08                 = 2 – log % T
2 – log % T      = 0,08
– log % T         = 0,08 – 2
– log % T         = - 1,92
log % T             =  1,92
% T                  =  83,17

  1. 3 mg/ml
A                     = 2 – log % T
0,118               = 2 – log % T
2 – log % T      = 0,118
– log % T         = 0,118 – 2
– log % T         = - 1,882
log % T             =  1,882
% T                  = 76,20

  1. 4  mg/ml
A                     = 2 – log % T
0,143               = 2 – log % T
2 – log % T      = 0,143
– log % T         = 0,143 – 2
– log % T         = - 1,857
log % T             =  1,857
% T                  =  71,94

5.      5 mg/ml
A                     = 2 – log % T
0,179               = 2 – log % T
2 – log % T      = 0,179
– log % T         = 0,179 – 2
– log % T         = - 1,821
log % T             =  1,821
% T                  =  66,22

6.      7 mg/ml
A                     = 2 – log % T
0,226               = 2 – log % T
2 – log % T      = 0,226
– log % T         = 0,226 – 2
– log % T         = - 1,774
log % T             =  1,774
% T                  =  59,42


B.   Menghitung % kesalahan

1.      Sampel 1mg/ml, % T praktek = 90,78 ; % T teori = 91,1
% kesalahan =
2.      Sampel 2 mg/ml, % T praktek = 83,17 ; % T teori = 83,4
% kesalahan =
3.      Sampel 3 mg/ml, % T praktek = 76,2% ; % T teori = 76,3%
% kesalahan =
4.      Sampel 4 mg/ml, % T praktek = 71,94% ; % T teori = 71,9%
% kesalahan =
5.      Sampel 5 mg/ml, % T praktek = 66,22% ; % T teori = 66,1%
% kesalahan =
6.      Sampel 7 mg/ml, % T praktek =59,42% ; % T teori = 59,4%
% kesalahan =
C.    Kurva antara konsentrasi  (X) dan Adsorban (Y)
No
X
Y
XY
X2
1
0,042
0,04
0,00168
0,00176
2
0,08
0,079
0,00632
0,0064
3
0,118
0,118
0,01392
0,01392
4
0,143
0,143
0,02044
0,02044
5
0,179
0,179
0,03204
0,03204
6
0,226
0,226
0,05107
0,05107
0,788
0,785
0,12547
0,12563

Slope (A) =
                =
                = 1,007

Intercept (B) =
                     =
                     = -0,0018
Y = Ax + B
    = 1,007x 0,0018
Y = x
X
1
2
3
4
5
Y
1,0052
2,0122
3,0192
4,0262
5,0332







IX.              Mekanisme Reaksi

X.              Pembahasan
Pada percobaan penentuan kadar protein secara biuret ini, penentuan kadar protein didasarkan pada pengukuran serapan cahaya oleh ikatan kompleks yang bewarna ungu. Hal ini terjadi apabila protein bereaksi dengan tembaga dalam suasana basa alkali. Reaksi ini dilakukan pada suasana basa alkali, dalam hal ini digunakan NaOH, basa kuat memiliki ion OH- yang tinggi dalam larutan sehingga mampu mengikat ion H+ pada larutan tersebut. Ion H+ yang lebih reaktif tersebut. Ion H+ yang lebih reaktif tersebut dapat diikat dan tak akan bereaksi dengan gugus amino, sehingga ion Cu+2 dapat bereaksi dengan 4 gugus amino dari ikatan paptida protein.
Pada percobaan ini, terjadi pembentukan warna biru ungu, ini menunjukkan adanya pembentukan senyawa kompleks dengan Cu+2. Pengukuran nilai absorbansi larutan menggunakan suatu alat ukur yaitu spectrometer UV pada panjang gelombang 540 nm, dengan alat ukur ini kita dapat secara sfesifik mengukur absorbansi atau % T dari senyawa yang mengandung unsur logam, oleh sebab itulah larutan standar ditambahkan dengan reagen biuret yaitu reagen yang mengandung ion logam dalam hal ini adalah Cu2+. Dimana Cu2+ akan berikatan dengan 4 gugus asam amino membentuk kompleks, semakin tinggi kosentrasi larutan protein semakin banyak ikatan peptide dalam larutan maka pembentukan kompleks semakin banyak, ini dapat dilihat dari warna biru ungu yang semakin pekat.
Warna dari larutan protein berbeda-beda dari berbagai konsentrasi. Semakin besar konsentrasi yang digunakan maka semakin pekat warna yang terbentuk, dan sebliknya. Karena kita menggunakan panjang gelombang pada daerah 540 nm, maka raddiasi sinar yang kita pakai adalah sinar UV-Visual.
            Di dalam spektrofotometer, larutan protein mengadsorbsi cahaya yang diberikan kepadanya. Hal ini merupakan wujud dari interaksi suatu atom dengan cahaya. Dimana energi elektromagnetiknya ditransfer ke atom atau molekul sehingga partikel dalam protein dipromosikan dari tingkat energi yang lebih rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi, yaitu tingkat tereksitasi.
            Dari hasil pengidentifikasian pada spektrofotometer, didapatlah harga transmitan pada masing-masing konsentrasi. Semakin besar konsentrasi maka harga transmittan yang didapat semakin besar juga. Dengan menggunakan rumus dari Hukum Beer, dari harga transmittan yang diperoleh, dapat juga dihitung harga adsorban pada masing-masing konsentrasi. Dimana, hubungan antara harga transmittan berbanding lurus dengan harga adsorbannya.
            Dari hasil data yang diperoleh, akan didapatkan suatu kurva antara adsorbansi larutan protein dengan konsentrasinya. Kurva tersebut membentuk suatu garis lurus yang linear. Ini dikarenakan larutan protein yang digunakan merupakan larutan encer dengan konsentrasi yang kecil. Penyimpangan Hukum Beer akan berlaku jika larutan protein yang digunakan mempunyai konsentrasi yang besar.
            Namun, pada saat perbandingan antara larutan sampel dengan larutan standar protein, menunjukkan perbedaan, hal ini mungkin dapat disebabkan akibat dari kesalahan pengenceran pada larutan sampelnya.
            Menurut literatur yang ada, transmittan yang baik terjadi pada daerah 0,2 sampai 0,8. tetapi dalam percobaan kami tidak didapatkan harga transmittan dalam daerah angka tersebut.




XI.              Kesimpulan
1.      Pada percobaan penentuan kadar protein secara biuret, terjadi pembentukan warna biru ungu, ini menunjukkan adanya pembentukan senyawa kompleks dengan Cu+2.
2.      Penentuan kadar protein secara biuret didasarkan pada pengukuran serapan cahaya oleh ikatan kompleks yang bewarna ungu.
3.      Semakin tinggi kosentrasi larutan protein semakin banyak ikatan peptide dalam larutan maka pembentukan kompleks semakin banyak, ini dapat dilihat dari warna biru ungu yang semakin pekat.
4.      Pengukuran nilai absorbansi larutan menggunakan suatu alat ukur yaitu spectrometer UV pada panjang gelombang 540 nm
5.      Pengukuran dengan menggunakan spektofotometer yang baik adalah jika memiliki daya serap antara 0,2 sampai 0,8

















DAFTAR PUSTAKA


Lehninger, 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: ERLANGGA
Poedjadi, Anna, 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : UI
Khopkar, S.M, 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press


2 komentar: